PERS (Definisi, Sejarah, Asas Kode Etik, Teori, Sistem, Kebebasan & Konflik)

November 30, 2021 Klikananda Nur Akbar 0 Comments




DEFINISI

Istilah pers atau press berasal dari istilah latin pressus yang berarti tekanan, tertekan, remasan, padat. Pers dalam kosa kata bahasa Indonesia berasal dari bahasa Belanda yang memiliki arti yang sama dengan kata bahasa Inggris “press” pada tahun, sebagai lambang barang cetakan.

Keberadaan jurnalistik dari terjemahan istilah ini umumnya sebagai sarana represi atau represi sosial. Arti lebih tepat dari adalah pada fungsi kontrol sosial. Dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia Volume 13, definisi jurnalisme dibedakan dalam dua hal. Jurnalisme dalam arti luas adalah media cetak atau elektronik yang secara teratur menyampaikan informasi kepada publik dalam bentuk fakta, opini, usulan, dan gambar. Yang disebut laporan melewati proses dari pengumpulan dokumen hingga tahun dirilis. Dalam arti sempit atau terbatas, surat kabar meliputi media cetak seperti surat kabar harian, surat kabar mingguan, majalah dan buletin, sedangkan media elektronik meliputi radio, film, dan televisi.

Dalam undang-undang no. 40 tahun 1999 tentang pers, artinya pers adalah organisasi sosial dan media massa yang melakukan kegiatan jurnalistik meliputi: penelitian, perolehan, kepemilikan, penyimpanan, penyimpanan, penyimpanan, pengolahan, dan transmisi informasi dalam bentuk karya , gambar, suara dan gambar. Serta data dan grafik atau dalam format lain, menggunakan media cetak, media elektronik, dan semua jenis saluran yang tersedia. Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, kata jurnalistik diartikan oleh sebagai usaha percetakan dan penerbitan. Yang ikut menyebarkan informasi disebut wartawan, penyiar atau wartawan yang menyebarkan informasi di surat kabar, majalah, televisi, radio, dan lain-lain.


SEJARAH

Keinginan untuk menerbitkan surat kabar di Hindia Belanda saat ini memang sudah lama, tetapi pemerintah VOC selalu menolak. Baru setelah Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron van Imhoff menjabat, surat kabar "Bataviasche Nouvelles en Politique Raisonnementen" yang berarti "Berita Batavia dan Teori Politik" diterbitkan pada tanggal 7 Agustus 17. Ketika Inggris memeriksa penguasaan Hindia Timur pada tahun 1811 , sebuah surat kabar berbahasa Inggris diterbitkan "Java Government Gazete" pada tahun 1812. "Bataviasche Courant" kemudian diubah menjadi "Javasche Courant" yang terbit tiga kali seminggu pada tahun 1829 dengan iklan.Laporkan peraturan resmi dan keputusan pemerintah. Pada tahun 1851, "De Locomotief" diterbitkan di Semarang. Surat kabar ini kritis terhadap kolonialisme dan memiliki pengaruh yang cukup besar. Pada abad ke-19, untuk bersaing dengan surat kabar berbahasa Belanda, didirikan surat kabar berbahasa Melayu dan Jawa meskipun penerbitnya masih Belanda, seperti “Bintang Timoer” (Surabaya, 1850), “Bromartani” (Surakarta, 1855), “Bianglala” (Batavia, 1867) dan “Berita Betawi” (Batavia, 187). Pada tahun 1907, "Medan Prijaji" diterbitkan di Bandung, dianggap sebagai pelopor pers nasional karena pertama kali diterbitkan oleh pengusaha lokal. Yaitu Tirto Adhi Soerjo. Ketika Jepang berhasil menaklukkan Belanda dan akhirnya mengambil alih Indonesia pada tahun 19 2, kebijakan pers juga berubah, dan semua penerbit asal Belanda dan Cina dilarang. Sebaliknya, para pemimpin militer Jepang menerbitkan sejumlah majalah mereka sendiri. Saat itu, ada lima surat kabar, yaitu Jawa Shinbun terbit di Jawa, Boernoe Shinbun di Kalimantan, Celebes Shinbun di Sulawesi, Sumatera Shinbun di Sumatera dan Ceram Shinbun di Seram. Kehidupan pada 1950-an dan 1960-an ditandai dengan munculnya kekuatan politik dari kelompok nasionalis, agama, komunis, dan militer.


ASAS KODE ETIK

Asas pers adalah sebuah dasar yang memberikan pedoman pada segala komponen yang bekerja dalam pers dalam bertindak. Ada beberapa asas pers yang dapat diterapkan oleh media serta jurnalis yang dimuat dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang pers, yaitu:

1. Asas Demokrasi

Asas ini berlandaskan ciri-ciri ideologi demokrasi pada pers yang berarti bahwa dalam menjalankan tugasnya, pers harus menjunjung tinggi nilai demokrasi dan menjamin hak asasi manusia. Oleh karena itu dalam mencari informasi pers harus menjunjung tinggi kemerdekaan narasumber dalam menyampaikan pikiran dan pendapatnya baik secara lisan maupun tulisan.

2. Asas Keadilan

Berarti pers dalam menyampaikan informasi harus menjunjung prinsip keadilan, yakni tidak memihak salah satu pihak yang diberitakan. Sebab tugas pers hanya menyampaikan informasi yang benar kepada khalayak.

3. Asas Supremasi Hukum

Selain menjunjung kedua asas sebelumnya, pers juga harus memegang teguh prinsip supremasi hukum. Dengan demikian diharapkan jaminan kebebasan pers yang diberikan oleh Undang-Undang tidak menyebabkan pers bertindak diluar batas atau sesuka hati.

4. Asas PradugaTak Bersalah

Dalam pers dikenal asas Praduga Tak Bersalah, yaitu salah satu asas atau prinsip dasar yang secara khusus diatur dalam Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Asas ini merupakan suatu amanat luhur profesi yang sifatnya memaksa pers harus mampu melaksanakannya dalam siaran atau pemberitaan informasi kepada publik. Karena asas ini adalah penghormatan dan penghargaan wartawan terhadap hukum dan hak asasi manusia.

Selain asas-asas di atas, pers juga menganut asas kode jurnalistik yang ditetapkan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), yaitu :

A. Asas Profesionalitas

Dengan asas ini wartawan atau jurnalis dituntut professional dalam membuat berita, dimana berita yang disampaikan harus akurat dan benar, faktual dan jelas sumbernya. Termasuk di dalamnya tidak memutarbaikkan fakta atau menfitnah, berimbang, adil, jujur, sopan dan terhormat dalam mencari informasi, tidak melakukan plagiarisme, dan bertanggung jawab secara moral terhadap apa yang disampaikannya sebagai informasi.
Asas ini juga meliputi asas moralitas, yaitu wartawan atau jurnalis dilarang berindak atau berlaku asusila, dan harus melindungi identitas korban atau pelaku kejahatan.

B. Asas Nasionalisme

Secara umum dapat disimpulkann dalam asas ini wartawan harus memiliki sikap mendahulukan kepentingan negara, bukan mengabdi pada suatu kelompok atau golongan tertentu, memperhatikan keselamatan dan keamanan negara, dan memperhatikan persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia.

C. Asas Demokrasi

Sejalan dengan asas demokrasi yang dituangkan dalam UU No 4o Tahun 1999, pers Indonesia harus memegang teguh prinsip demokrasi yang melindungi hak asasi manusia. Berita yang disampaikan harus jujur, adil, dan seimbang. Media tidak diperkenankan menjadi alat propaganda suatu kelompok atau golongan. Asas demokrasi juga meliputi hak jawab dan hak koreksi atas berita yang disampikan, dan apabila berita tersebut terbukti salah.

D. Asas Religius

Asas religius adalah asas yang berlandaskan hukum demokrasi Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa dan UUD 1945 tentang kebebasan beragama. Oleh sebab itu, dalam menjalankan tugasnya seorang jurnalis diharapkan beriman dan bertakwa, menghormati kepercayaan dan keyakinan agama orang lain, dan tidak melecahkan atau menghina agama apapun.

E. Asas Supremasi Hukum

Adalah asas yang menjunjung tinggi hukum di Indonesia. Semua tindakan seorang jurnalis harus sesuai dengan Pancasila, pokok pikiran dalam pembukaan UUD 1945, dan UUD 1945, dan semua hukum yang berada di bawahnya. Menghormati asas praduga tidak bersalah dan memiliki hak tolak termasuk di dalam asas supremasi hukum. Asas Praduga tidak bersalah merujuk dalam pelaksaan tugas mencari dan menyampaikan informasi, wartawan tidak boleh memvonis seseorang yang belum mendapat putusan pengadilan (praduga). Sedangkan hak tolak berarti jurnalis memiliki hak untuk tidak memenuhi panggilan polisi saat terjadi persoalan terkait berita yang berasal dari sumber yang dirahasiakan identitasnya.

Selain asas pers yang berlaku di Indonesia di atas, ada pula asas pers yang berlaku secara untversal, yaitu :

I) Asas Pars Pratoto

Asas yang menganggap pers di suatu negara tergantung pada sistem pemerintahan negara tersebut. Dengan demikian asas ini mengakui asas yang berbeda-beda di setiap negara. Dengan mengetahui sistem suatu negara, maka dapat diketahui pula sistem pers di negara tersebut.

II) Asas Trial By Press

Asas ini mengaskan bahwa secara universal berlaku ketentuan pers harus adil dan berimbang. Pers tidak memiliki wewenang untuk memvonis pelanggar hukum atau pelaku kejahatan yang belum mendapat putusan pengadilan. Kewenangan memberi hukum adalah kewenangan dari penegak hukum (Yuridis).

III) Asas Cover Both Sides
Sesuai dengan namanya, asas cover both side berarti jurnalis dan semua yang terkait dengan pers dilarang menyampaikan informasi yang memihak salah satu pihak yang diberitakan.


TEORI

Di dalam thesis Empat Teori Pers (1986) hasil kajian dari Fred S. Siebert, Theodore Peterson, dan Wilbur Schramm, terdapat empat pengkategorian teori pers di dunia, yakni teori pers otoriter, teori pers bebas, teori pers yang bertanggungjawab secara social, dan teori pers komunis soviet. 

1. teori pers otoriter 

Teori ini dinilai menjadi teori paling tua, yakni sekitar abad 16 dengan mengedepan filsafah kenegaraan yang bersifat kekuasaan absolut. System yang didtetapkan pada teori kali ini juga cenderung berjalan dari atas ke bawah, dikarenakan informasi-informasi kebenaran hanya dipercayakan pada sebagian orang yang tergolong bijaksana. 

2. teori pers bebas atau libertarium

Teori ini mulai mengalami kenaikan pada abad ke 19 yang pada saat itu, manusia telah dipandang menjadi makhluk rasional yang dapat membedakan mana yang salah dan benar. Oleh karena itu, gagasan yang dikemukakan harus memiliki hak yang sama untuk dikembangkan, sehingga yang benar dan dapat dipercaya dapat bertahan, dan yang sebaliknya akan lenyap. Dalam teori ini, pers paling banyak memberikan kebebasan tak terbatas, sekaligus menyuguhkan banyak informasi, hiburan, dan tirasnya naik.  

3. teori pers yang bertanggungjawab secara social

Teori ini dijabarkan dari asumsi teori bebas bahwasannya prinsip-prinsip yang terkandung didalamnya terlalu menyederhanakan persoalan yang terjadi, 

Terdapat 5 (lima) syarat bagi pers yang bertanggungjawab kepada masyarakat, diantaranya: a. Media harus menyajikan berita-berita peristiwa sehari-hari yang dapat dipercaya, lengkap dan cerdas dalam konteks yang memberikannya makna. b. Media harus berfungsi sebagai forum untuk pertukaran komentar dan kritik. c. Media harus memproyeksikan gambaran yang benar-benar mewakili dari kelompok-kelompok konstituen dalam masyarakat. d. Media harus menyajikan dan menjelaskan tujuan-tujuan dan nilai-nilai masyarakat. e. Media harus menyediakan akses penuh terhadap informasi–informasi yang tersembunyi pada suatu saat.

4. teori pers komunis soviet

Teori ini muncul 2 tahun setelah revolusi Oktober 1917 di Rusia. Pada teori ini, menjelaskan bahwa ketidak adanya kebebasan pers, melainkan pers pemerintah. Dikatakan seperti itu, karena pers yang muncul pada teori pers komunis soviet dikontrol penuh oleh pemerintah. Ketika bubarnya Uni Soviet pada tagun 1991, maka beberapa Negara yang menganut teori inipun telah melepaskan system politik komunisnya.

Kebebasan pers di Indonesia paling banyak dipengaruhi oleh teknologi yang ada. Dengan teknologi, masyarakat dapat mengkritik, mengemukakan opini dan gagasan akan banyak hal. Teknologi juga menjadi salah satu factor utama dalam segi pengumpulan data, pelaporan, analisis, hingga publikasi kepada masyarakat. 

Seperti yang kita tahu, pers di Indonesia sudah mulai berjalan sesuai fungsinya, yakni menjadi sumber informasi bagi khalayak, sekaligus control pemerintah. Meski demikian, pers yang bebas ialah pers yang dapat mengontrol pemberitaan serta mampu bertanggung jawab terhadap berita yang diberitakan. Pers juga harus berpegang teguh pada kode etik jurnalistik sekaligus tidak melanggar hak asasi manusia. 

Meski dapat dikatakan bahwa pers memiliki kebebasan dalam control media, namun h’al ini tidak menjadikan pers dapat menyebarkan semua berita dan informasi yang ada. Terdapat pembatasan-pembatasan yang terkadang dapat menghalangi berita tersebut diterima oleh khalayak, diantaranya:

1. beragam penyensoran yang dilakukan oleh pihak yang lebih berwenang

2. pelarangan penerbitan

3. kriminalisasi dan ancaman yang kebanyakan diterima oleh jurnalis


SISTEM

Pers di Indonesia telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam ketentuan itu disebutkan bahwa Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis uraian yang tersedia.

Sistem pers di Indonesia dewaasa ini telah menciptakan pluralisme yang pada hakekatnya merupakan kelanjutan Tata Komunikasi Dan Informasi Dunia Baru dimana sejak paruh tahun 1980an tidak lagi mencerminkan upaya media untuk mcmbangun public sphere (sehagai hagian tanggungiawab sosial) yang benar-benar membebaskan masyarakat dari cengkraman kekuasaan: politik maupun ekonomi.

Perlu disimak Pula bahwa kondisi sistem pers yang terbentuk saat ini dalam ranah media di Indonesia tidaklah terlepas dari pengaruh dan campur tangan pihak asing, langsung maupun tidak langsung, dimana dominasi segelintir pemilik modal dalarn industri pers Indonesia adalah juga hagian dan penetrasi dan ekspansi kapitalisme dan kekuatan politik secara global.


KEBEBASAN & KONFLIK

Alasan normatif atas signifikansi kebebasan pers dalam kehidupan masyarakat pada dasarnya berhubungan dengan kehidupan warga masyarakat di ruang publik. Disini kebebasan pers dapat diartikan di satu pihak sebagai hak warga negara untuk mengetahui masalah-masalah publik, dan di pihak lainnya hak warga dalam mengutarakan pikiran dan pendapatnya. Karenanya kebebasan pers dilihat bukan semata-mata menyangkut keberadaan media jurnalisme (secara berganti digunakan istilah media pers untuk pengertian yang sama) yang bebas, tetapi mencakup suatu mata rantai yang tidak boleh terputus dalam proses demokrasi. Inilah yang mendasari pemikiran mengapa warga harus dijamin haknya untuk mengetahui permasalahan di ruang publik, dan mengapa pula warga harus dijaminhaknya untuk menyatakan pendapat, kesemuanya perlu ditempatkan dalam prinsip demokrasi dan civil society.

Kebebasan dan Pers adalah sesuatu yang diberikan oleh penegak hukum yang berkaitan tentang produksi media massa pada Pers. Dengan adanya kebebasan, maka pers maka khalayak dapat tahu berbagai informasi termasuk kerja pemerintahannya. Semakin ditegakkannya hak pers, maka meminimalisir konflik juga.



SUMBER :

http://repository.uin-suska.ac.id/19737/8/10.BAB%20III.pdf 

Eisy, M Ridlo. (2007). Peranan Media dalam Masyarakat

Samsul Wahidin. Hukum Pers. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h. 35

https://indonesiabaik.id/infografis/sejarah-lahirnya-pers-di-indonesia

Adil, Hilman. dkk. 2002. Beberapa Segi Sejarah Pers di Indonesia. Jakarta: PT. Media Kompas Nusantara.

Inge Hutagalung, Dinamika Sistem Pers di Indonesia, JURNAL INTERAKSI, Vol II No.2, Juli 2013 : 53-60

You Might Also Like

0 komentar: